• Sab. Agu 16th, 2025

Sukabumi.swaradesaku.com. Lapak penjual obat daftar G yang termasuk obat golongan keras jenis HEXIMER dan TRAMADOL yang lokasinya sebrang pangkalan AQUA atau Depan Ruko Griya Benda, Desa Benda kecamatan Cicurug kabupaten Sukabumi, sudah berulang kali berurusan dengan aparat hukum yang ujung-ujungnya cepat selesai dan selalu beroperasi kembali dengan aktifitasnya sebagai penjual obat ke para konsumen berbagai umur.(11/5/25).

Pasalnya dari hasil penjualan obat tersebut si pelaku merasa mampu menyelesaikan masalahnya dengan mengeluarkan nominal berapapun sehingga sipelaku hingga saat ini seolah-olah merasa kebal hukum tak tersentuh Aparat Penegak Hukum (APH)‎.

Transaksi obat tersebut dilakukan secara terang terangan dilahan milik Perumahan Griya Benda Asri yang Informasinya diperuntukkan sebagai Ruang Terbuka Hijau ( RTH) penjualan tersebut menjadi momok yang cukup menakutkan bagi masyarakat Sukabumi, khususnya bagi warga Desa Benda dan sekitarnya, hasil pantauan kami dilapangan, transaksi obat keras tersebut tampak bebas diperjual belikan layaknya transaksi jual beli kerupuk.

Disekitar lokasi pun tampak dijaga ketat oleh beberapa orang yang menampakan raut wajah perang seolah-olah siapapun yang datang akan mereka hadang, bos obat yang biasa dipanggil dengan sebutan Bunda yang awalnya bersuami orang Aceh kini berdiri sendiri sebagai pemodal kuat di kancah transaksi obat HEXIMER dan TRAMADOL

‎Obat yang seharusnya memakai resep Dokter ironisnya dijual bebas kesemua kalangan.
‎‎Untuk informasi secara medis, mengkonsumsi Tramadol dampaknya cukup mematikan seperti menyebabkan ketergantungan, efek samping yang berkaitan dengan merusak sistem pernapasan, juga tramadol bisa menyebabkan naiknya tekanan darah, penurunan denyut nadi dan napas, kesulitan bernapas, hingga napas menjadi melambat sampai akhirnya berhenti hingga berujung pada kematian.

Sering kali beberapa media memviralkan beritanya akan tetapi dari aparat setempat dari mulai Polsek hingga ke Mabes POLRI seakan-akan tutup mata dan tidak menanggapi pemberitaan yang nyata-nyata kebenaranya hingga menimbulkan kacurigaan kemungkinan besar diduga beberapa oknum aparat sudah menerima uang koordinasi, kami selaku insan PERS sangat kecewa dengan beberapa tanggapan dari aparatur hukum yang seharusnya memberikan kenyamanan dan keamana bagi warganya akan tetapi malah sebaliknya, kini kepercaan tersebut sudah hilang dan mengenai adanya transaksi obat daftar G, Pemerintah telah menetapkan bahwa penjualan obat tersebut harus mendapat izin edar (lihat Pasal 106 ayat [1] jo. Pasal 1 ayat [4] UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Sehingga, apabila toko, atau orang mengedarkan obat tanpa izin edar, maka toko, atau orang tersebut melanggar Pasal 197 UU 36/2009 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Kemudian larangan untuk mengedarkan obat bagi pihak yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan ini juga dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 98 ayat (2) UU 36/2009 bahwa setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.

Kami berharap kepada Pemerintah setempat seperti Desa, Kecamatan, Polsek maupun Koramil mengambil tindakan tegas terhadap penjualan obat tersebut, kalau dibiarkan terus jelas ini bisa merusak mental anak bangsa.

Pembentukan satgas anti premanisme di Sukabumi seperti nya hanya slogan saja apabila masih ada penjualan obat daftar G secara terang-terangan.

(Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *