Makassar.swaradesaku.com. Sejumlah konsumen pembiayaan kendaraan bermotor mengungkapkan kekecewaan dan keberatannya terhadap tindakan yang diduga dilakukan oleh pihak Bussan Auto Finance (BAF) Cabang Boulevard Rappocini, Makassar. Mereka menilai telah terjadi praktik penarikan paksa kendaraan yang tidak sesuai prosedur hukum dan merugikan konsumen, baik secara finansial maupun psikologis.(24/7/25).

Salah satu konsumen, Jufri, anggota Laskar Sinrikjala, menjadi korban penarikan unit secara sepihak di Jalan Hertasning Baru, Makassar. Dalam keterangannya kepada media, ia menyebutkan bahwa saat itu pihak BAF mendatanginya di jalan dan mengajaknya ke kantor untuk menandatangani perjanjian terlebih dahulu. “Mereka bilang, unit tidak akan ditahan kalau ada itikad membayar nanti. Tapi begitu sampai di kantor, saya dipaksa menandatangani surat dan dibebani biaya lebih dari Rp9 juta. Karena saya tidak mampu, unit akhirnya ditahan,” ujarnya.
Dalam pernyataan sikap yang disampaikan kepada redaksi, para konsumen menyampaikan empat poin utama keberatan:
- Penarikan Unit Secara Paksa dan Sepihak.
Penarikan kendaraan dilakukan tanpa surat peringatan memadai dan tanpa proses mediasi. Konsumen merasa dijebak dan ditekan secara psikologis untuk menandatangani surat kesepakatan dalam kondisi tidak ideal. - Sistem Pembiayaan yang Memberatkan.
Konsumen menyebut sistem pembiayaan yang diterapkan BAF mengandung klausul yang menjerat, termasuk suku bunga tinggi dan minimnya kebijakan restrukturisasi bagi nasabah yang terdampak ekonomi. - Denda dan Biaya Tidak Transparan.
Setelah kendaraan ditarik, konsumen justru dibebani dengan denda dan biaya tambahan yang nilainya tidak masuk akal dan tidak dijelaskan secara terbuka. Dalam beberapa kasus, jumlah total penalti bahkan melebihi harga kendaraan. - Dugaan Pelanggaran Terhadap Hak Konsumen.
Konsumen menilai tindakan BAF telah melanggar sejumlah regulasi, di antaranya: UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia
*Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019, yang menegaskan bahwa eksekusi objek fidusia hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan, kecuali ada kesepakatan sukarela dari debitur.
Dalam tuntutannya, para konsumen meminta agar:
- Praktik penarikan kendaraan tanpa putusan pengadilan dihentikan.
- Dilakukan audit terbuka terhadap kebijakan BAF Cabang Rappocini.
- Diberikan akses mediasi terbuka dan adil bagi konsumen terdampak.
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), serta Ombudsman RI turun tangan menindaklanjuti kasus ini.
- Media massa turut mengawal isu ini sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen sektor pembiayaan.
“Saya harap pihak BAF Makassar mengembalikan unit kendaraan saya dengan skema perjanjian yang adil dan tidak memberatkan,” harap Jufri menutup pernyataannya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BAF Cabang Rappocini Makassar belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan tersebut.
Reporter: TIM/Redaksi
Sumber: Jufri (Anggota Laskar Sinrikjala)
(Arifin Sulsel)