Bogor.swaradesaku.com. Proyek Bendungan Cijurey yang berada di Kecamatan Sukamakmur tepatnya di Desa Sukaharja menjadi Polemik antara warga Desa Sukadamai dengan Pemerintah Desa Sukaharja, Pembayaran ganti rugi yang seharusnya di terima oleh yang berhak namun pembayaran ganti rugi tersebut menjadi salah sasaran.

Pihak warga Sukadamai kemudian mendatangi kantor Desa Sukaharja untuk menanyakan Hak H.Satam mengenai pembayaran ganti rugi proyek bendungan Cijurey yang tanah nya terdampak pada proyek tersebut.(4/8/25).
Namun kedatangan warga Sukadamai ke kantor Desa Sukaharja tidak bertemu dengan Kepala Desa nya, pihak keluarga H.Satam melalui kuasa nya meminta kepada Kepala Desa Sukaharja untuk menemui dan menyelesaikan masalah ini.
Oyan Setiawan selaku kuasa dari H.Satam ketika ditemui mengatakan,
” Tujuan pihak Kami datang ke Desa Sukaharja untuk meminta mediasi ataupun jawaban dari Kepala Desa, terkait permasalahan tanah milik H Satam yang sekarang sudah di bebaskan oleh bendungan Cijurey ataupun BWWS, sementara itu pak Satam selaku pemilik tanah dari awal, belum mendapatkan ganti rugi. Ternyata setelah diselidiki tanah tersebut berubah menjadi nama orang lain, makanya kita ke Desa itu untuk mempertanyakan riwayat tanah tersebut seperti apa ?, tekhnis pengukurannya bagaimana ?, satgasnya siapa ?, tadi kita ke Desa namun sangat disayang Kepala Desa nya tidak ada. Kita kepinginnya Kepala Desa hadir terus, pihak-pihak terkait juga selaku satgas juga hadir, kita ingin bermusyawarah bagaimana cara penyelesaiannya, karena dari BWWS itu sudah di bayarkan ke pihak lain, jadi ada yang mengklaim memiliki tanah tersebut,” ujar Oyan Setiawan.
Muhtar Sumawijaya menambahkan,” Kami meminta bahwa tanah milik H Satam itu oleh pihak BWWS di mohon di cek kembali dengan BPN, karena pengadaan lahan tersebut dari BWWS dikuasakan kepada BPN, dan saya berharap kepada BPN untuk kroscek kembali atau revisi, Sementara dari pihak H Satam pinginnya di revisi ulang pengukuran tanah, karena pendapat desa bahwa pengukuran tanah BWWS itu hasil dari pengukuran PTSL tidak ada pengukuran ulang yang dilakukan pihak BWWS, sementara itu sertifikat ditanah lingkungan bendungan Cijurey itu hanya beberapa bidang belum semua, kita juga merasa aneh kenapa BPN bisa seperti itu, termasuk PT PAJAR juga luas pada SPH dan BWWS sama, sedangkan saya dilapangan tidak menemukan patok satupun, patok tanah PT PAJAR. Ini suatu tandatanya besar bagi saya, ada apa nih ?. Harus di pertanyakan ke BPN dan Kepala Desa seperti apa ngukurnya ?, sedang pak Satam pada saat pengukuran dikasih tau oleh RT Adul suruh minta pengukuran dilapangan, sebelum pengukuran oleh BWWS, katanya Orang BPN bersama Sulaeman dan Rt Adul yang kelokasi lapangan pak H Satam dan Pak H Herman hadir selaku pemilik untuk menunjukan batas, namun sampai saat ini lokasi lahan tersebut belum ada hasil ukurnya, jadi pemilik lokasi lahan berharap kan pembayaran, karena lahannya merasa belum dijual, kecuali satu kepada frans Beworkala 3500 M2, terjadi jual beli di bawah tangan dengan Kepala Desa nya ibu Atikah yang sekarang, yang lain baru Dp dari PT FAJAR, sebesar Tujuh Juta Dua Ratus Ribu Rupiah, perwakilan dari PT FAJAR bapak Uceng dan H. AHMAD. Jadi memang dulu pernah di DP dari PT FAJAR Sewaktu di Jonggol, setelah di PH itu tanah belum di ukur dan setelah di ukur belum ada laporan sampai sekarang, hasil pengukuran dari BPN dan BWWS pun belum ada laporan, sedang PBB, Leter C semuanya masih atas nama H. Satam”.
“Sementara salahseorang keluarga dari H. Satam mohon keadilan agar kebenaran ini terungkap, karena sudah beberapa bulan yang lalu, bahkan hampir setahun, ketika pihak kami ke desa menanyakan lahan kami yang di Sukaharja katanya lahan lokasi kami sudah ada SPH oleh PT FAJAR, dan saya mempertanyakan terus, karena apa saya mempertanyakan dengan keluarga, karena dari dulu memang mau menjual tapi belum pernah terjadi jual – beli dari pihak keluarga kami. Ternyata setelah di telusuri dari kuasa hukum pihak keluarga, ternyata di lokasi lahan bukan atas nama PT akan tetapi atas nama perorangan, saya minta kejelasan intinya saya minta ke adilan untuk lokasi lahan orang tua , H Satam,” tutupnya.

Isnan dan H. Satam, pemilik lahan di Desa Sukadamai dan Sukaharja, Kabupaten Bogor, melaporkan dugaan penyerobotan dan akuisisi lahan mereka yang terkena dampak pembangunan Bendungan Cijurey. Lahan Isnan seluas 13.961 meter persegi berlokasi di Blok Pasang Bedil, sementara lahan H. Satam berada di Blok Batu Rante.
Dugaan Penyerobotan dan Akuisisi Lahan:
– Isnan dan keluarganya tidak pernah menjual lahan tersebut kepada PT Pajar dan PT Kartika Pola Reksa.
– Dokumen Surat Pernyataan Hibah (SPH) yang ditemukan di internet diduga palsu karena tanda tangan di atas nama Jeje Abdul Jabar seharusnya ada di bawah SPH, bukan di atas.
– Isnan juga tidak pernah difoto atau menandatangani dokumen jual-beli lahan, namun ada sidik jari cap jempol yang dipertanyakan keasliannya.
Permasalahan yang Muncul:
– Lahan Isnan sudah digarap namun belum ada pembayaran ganti rugi.
– Isnan tidak pernah muncul dalam daftar penerima pembayaran ganti rugi meskipun sudah ada pencairan tahap 1, 2, dan 3.
– Muhtar Suma Wijaya, perwakilan Isnan, meminta klarifikasi kepada BPN dan Satgas Desa terkait keaslian dokumen dan pengukuran lahan.
Tindakan yang Diharapkan:
– Pemerintah, khususnya BBWS, diminta meninjau kembali hasil pengukuran lahan dan memproses pembayaran ganti rugi kepada Isnan dan H. Satam.
– Klarifikasi keaslian dokumen SPH dan pengukuran lahan oleh BPN dan Satgas Desa.
(Red)