Cirebon.swaradesaku.com. Maraknya pembangunan dan pemasangan tiang internet oleh berbagai provider, baik lokal maupun nasional, belakangan ini mendapat sorotan tajam dari warga dan para aktivis di Kabupaten Cirebon. Aktivitas pemasangan tiang serta penarikan kabel yang dilakukan di sejumlah titik permukiman dinilai belum sepenuhnya memperhatikan aspek perizinan, keselamatan, dan tata ruang.

Salah satu aktivis yang menyoroti persoalan ini adalah Somali, akrab disapa Jabor, dari Ormas Pemuda Pancasila PAC Kedawung. Ia mempertanyakan pemasangan tiang internet dan jaringan kabel di Jl. Wanakaya – Cangkring, wilayah Desa Buyut, Kecamatan Plered, yang dilakukan oleh provider MyRepublic, Rabu (10/12).
Menurut Somali, dugaan kuat muncul bahwa pihak provider belum memenuhi rekomendasi dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) atau yang dikenal dengan rekomtek, yang merupakan salah satu syarat utama sebelum pemasangan jaringan dilakukan. “Kami menduga rekomtek dari dinas terkait belum dipenuhi. Kami juga mempertanyakan izin dari Dinas PUPR dan dinas lain yang seharusnya dilibatkan. Jangan sampai pemasangan dilakukan tanpa prosedur,” tegas Somali.
Selain aspek legalitas, Somali juga menyoroti dampak visual dan tata lingkungan akibat pemasangan tiang-tiang internet tersebut. Menurutnya, keberadaan tiang yang berdiri tanpa pola jelas serta susunan kabel yang berpotensi semrawut akan mengganggu estetika lingkungan permukiman. Bahkan, jika pemasangan tidak sesuai standar keselamatan, hal ini dapat memunculkan risiko bagi warga sekitar.
Somali menjelaskan bahwa kemajuan teknologi dan kebutuhan internet cepat memang tidak bisa dihindari. Namun, hal itu tidak boleh menjadi alasan bagi perusahaan penyedia layanan untuk mengabaikan aturan dan kepentingan masyarakat. “Kita memahami kebutuhan internet terus meningkat. Tapi itu tidak berarti setiap perusahaan bisa menanam tiang sembarangan. Ada aturan tata ruang, ada standar keselamatan, dan ada estetika lingkungan yang wajib dipatuhi. Masyarakat jangan hanya menerima dampaknya tanpa pernah dilibatkan,” ujar Somali.
Ia mendesak pemerintah daerah untuk lebih tegas melakukan pengawasan. Diskominfo, PUPR, hingga pemerintah kecamatan diminta proaktif melakukan pengecekan lapangan dan memastikan seluruh perizinan dipenuhi oleh perusahaan provider. Jika ditemukan pelanggaran, Somali meminta agar segera dilakukan penertiban.
Somali juga menyoroti perlunya penerapan konduktifikasi bersama atau sharing infrastruktur, yakni satu tiang yang dapat digunakan oleh beberapa provider. Menurutnya, sistem ini telah diatur oleh pemerintah pusat dan terbukti mampu mengurangi penumpukan tiang di banyak daerah. “Ke depan harus ada sistem satu tiang untuk banyak provider. Negara sudah mengatur sharing infrastruktur. Kalau dibiarkan seperti sekarang, setiap gang bisa berdiri tiga sampai empat tiang dari provider berbeda. Ini jelas merusak pemandangan dan bisa membahayakan warga,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan terus mengawal persoalan ini dan siap melaporkan kepada instansi terkait apabila ditemukan indikasi pelanggaran perizinan, potensi gangguan keselamatan, maupun dampak merugikan terhadap warga sekitar. “Kami akan tetap memantau. Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena kelalaian atau kejar-kejaran proyek perusahaan,” tambah Somali.

Dengan munculnya keluhan ini, masyarakat berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah cepat agar pembangunan infrastruktur digital tidak menjadi masalah baru bagi lingkungan permukiman.
( Ade Falah)
