• Jum. Nov 28th, 2025

Penertiban 11 Ruko di Karangasem Picu Penolakan Warga : Muncul Dugaan “Titipan” Pembangunan Swalayan

Byredaksiswaradesaku

Nov 27, 2025

Cirebon.swaradesaku.com. Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas PUTR Bidang Pengelolaan Air, Penataan Ruang, Jalan dan Jembatan (PAPRJJ) Wilayah 7 kembali melakukan penertiban bangunan liar.
Kali ini, penertiban menyasar bangunan yang berada di sepanjang Jalan Sindanglaut–Pabuaran, tepatnya 11 ruko di Desa Karangasem, Kecamatan Karangwareng, Kabupaten Cirebon.

Sosialisasi dan advokasi rencana penertiban digelar di Balai Desa Karangasem, Kamis (27/11/2025). Namun kegiatan tersebut justru memunculkan penolakan dari para pemilik bangunan. Mereka mengaku dirugikan karena menilai proses penertiban dilakukan secara sepihak.

Lebih jauh, warga mencurigai bahwa penertiban berkaitan dengan rencana pembangunan sebuah swalayan oleh pihak swasta. Dugaan ini muncul karena beredarnya siteplan pembangunan dan dokumen lain yang disebut-sebut berkaitan dengan proyek tersebut.

Kuasa hukum warga pemilik 11 ruko, Indra Gunawan Simatupang, SH., MH, menegaskan bahwa warga hanya menuntut keadilan. Menurutnya, jika penertiban dilakukan, seharusnya dilakukan secara menyeluruh pada seluruh bangunan liar di wilayah tersebut. “Kalau mau ditertibkan, ditertibkan semua. Jangan hanya ruko ini saja. Kami jadi mempertanyakan, ini titipan atau bagaimana,” ujarnya.

Indra juga mengungkapkan bahwa pihaknya mengantongi siteplan pembangunan swalayan serta pernyataan pembongkaran yang semakin menguatkan dugaan adanya kepentingan tertentu antara pihak swasta dan oknum.

Ia menegaskan, warga melalui kuasa hukum siap membawa persoalan ini ke Ombudsman RI apabila tidak ada kejelasan dan transparansi dari pemerintah.

Selain itu, Indra menyayangkan pemerintah desa yang tidak dilibatkan sejak awal dalam proses perencanaan penertiban.

UPTD PAPRJJ Wilayah 7: “Tidak Ada Titipan. Penertiban Murni Penegakan Aturan.”

Menanggapi berbagai tudingan, Staf UPTD PAPRJJ Wilayah 7, Abdul Rojak, membantah keras adanya titipan dari pihak swasta. Ia menyebut penertiban dilakukan semata-mata karena bangunan berdiri di atas lahan hak guna pakai milik pemerintah. “Bangunan liar ini jelas melanggar aturan, dan kami hanya menjalankan tugas. Penertiban juga akan dilakukan secara bertahap di tempat lainnya, bukan hanya di sini,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa proses pembongkaran merupakan kewenangan Satpol PP, sementara UPTD hanya bertugas melakukan sosialisasi dan pendataan.

Rojak memastikan bahwa tidak ada kompensasi atau kerohiman, mengingat lahan tersebut bukan milik warga. “Sistemnya hak guna pakai, jadi tidak ada ganti rugi,” ujarnya.

Pemerintah Desa Hanya Memfasilitasi

Kuwu Karangasem, Budi Ledlawanan, mengatakan pemerintah desa hanya berperan sebagai fasilitator komunikasi antara warga dan dinas. Ia menegaskan tidak mengetahui adanya dugaan permainan atau titipan pembangunan swalayan. “Kami mendukung penertiban jika memang untuk kepentingan umum. Tapi soal dugaan permainan, kami tidak tahu menahu,” katanya.

Ia menyebut sebagian warga menolak penertiban karena merasa kehilangan usaha tanpa adanya kompensasi. Dari 11 pemilik ruko, tiga di antaranya merupakan warga Desa Karangasem.

Penertiban bangunan di Desa Karangasem kembali menyorot pentingnya transparansi pemerintah dalam setiap kebijakan publik, khususnya yang berdampak langsung pada mata pencaharian masyarakat.
Polemik yang terjadi menegaskan bahwa proses komunikasi dan pelibatan pihak desa maupun warga harus dilakukan secara menyeluruh sejak awal agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada resistensi.

Dugaan adanya “titipan kepentingan” dari pihak swasta menjadi persoalan serius yang harus dijawab oleh pemerintah daerah dengan data, kejelasan, dan keterbukaan proses. Sebaliknya, warga juga perlu memahami batasan aturan terkait hak guna pakai dan penataan ruang agar tidak terjadi konflik berkepanjangan.

Kasus ini dapat menjadi momentum evaluasi bagi instansi terkait untuk memperkuat mekanisme koordinasi, sosialisasi, dan penataan area publik yang lebih adil, terukur, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

( Ade Falah )