Cirebon.swaradesaku.com. Baru dua bulan selesai direhabilitasi, akses jalan penghubung Desa Blender, Kecamatan Karangwareng dengan Desa Kaligawe Wetan, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon kembali terancam putus. Padahal, perbaikan tanggul dan penguatan tebing baru rampung pada September 2025 lalu.

Sebelumnya, pada April 2025, jalur utama masyarakat dua desa itu sempat mengalami longsor akibat kuatnya arus sungai di bawah tebing jalan, yang terus menggerus struktur tanah. Kondisi tersebut membuat akses vital warga nyaris tidak dapat dilalui.
Untuk mencegah kerusakan lebih parah, pihak Pemerintah Desa Blender dan Kaligawe Wetan telah melakukan berbagai upaya darurat. Hingga akhirnya, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Cirebon melalui CV Qanita Dewi melaksanakan pekerjaan Rehabilitasi Tanggul Sungai dengan Pemasangan Bronjong Kali Cijuray, yang dilaksanakan pada Agustus–September 2025.
Namun, hasil pekerjaan tersebut kini kembali dipertanyakan.
Menurut salah seorang pengendara yang melintas, Agus, pemasangan bronjong tidak dilakukan secara maksimal. Ia menilai bronjong hanya terpasang di bagian bawah dan tidak naik hingga sejajar permukaan jalan, sehingga tidak mampu menahan gerusan air sepenuhnya. “Apalagi dengan tingginya intensitas hujan saat ini, aliran air pasti meningkat dan menggerus dasar tanah di bawah akses jalan. Saya harap ada perhatian serius dari dinas terkait untuk meninjau ulang pekerjaan ini,” ungkapnya, Senin (24/11/2025).
Diketahui, pekerjaanRehabilitasi Tanggul Sungai dan Pemasangan Bronjong Kali Cijuray ini menelan anggaran Rp 186.255.000,- yang bersumber dari APBD Kabupaten Cirebon Tahun 2025, dengan waktu pelaksanaan 60 hari kalender dan dikerjakan oleh CV Qanita Dewi sebagai pelaksana.
Situasi yang terjadi di akses jalan Blender–Kaligawe Wetan menunjukkan bahwa persoalan penanganan infrastruktur, khususnya yang berada di bantaran sungai atau tebing rawan longsor, tidak bisa selesai hanya dengan perbaikan teknis jangka pendek. Meski rehabilitasi telah dilakukan, kenyataan bahwa jalan kembali terancam putus hanya dalam hitungan bulan mengindikasikan perlunya evaluasi menyeluruh terkait kualitas konstruksi, perencanaan teknis, hingga pengawasan proyek.
Banyak kalangan menilai bahwa pemasangan bronjong seharusnya mempertimbangkan tinggi tebing secara keseluruhan, bukan sekadar bagian bawah saja. Ketika konstruksi tidak mencapai elevasi yang cukup, air dengan mudah kembali menggerus bagian tanah yang tidak terlindungi, sehingga potensi longsor tetap tinggi.
Selain itu, meningkatnya curah hujan di wilayah Cirebon Timur pada akhir tahun turut memperparah kondisi. Kanal dan bantaran sungai yang sempit, sedimentasi tinggi, serta arus air yang kuat membuat struktur pengaman seperti bronjong bekerja lebih keras dari kapasitas yang direncanakan.
Pemerintah daerah melalui DPUTR diharapkan dapat melakukan pengecekan ulang, memastikan kualitas pekerjaan sesuai standar teknis, serta mempertimbangkan solusi jangka panjang seperti penambahan bronjong hingga ke atas tebing, pembangunan tembok penahan tanah (TPT), atau normalisasi aliran sungai di titik kritis.
Bagi masyarakat Desa Blender dan Kaligawe Wetan, akses jalan ini merupakan jalur utama mobilitas harian—mulai dari aktivitas sekolah, pekerjaan, hingga distribusi hasil pertanian. Jika kembali putus, dampaknya akan sangat signifikan terhadap ekonomi warga dan keselamatan pengguna jalan.

Kejadian ini diharapkan menjadi momentum bagi semua pihak terkait untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang benar-benar aman, berkelanjutan, dan mengutamakan keselamatan pengguna jalan, bukan sekadar menyelesaikan proyek secara administratif.
( Ade Falah )
