• Rab. Nov 12th, 2025

Jakarta.swaradesaku.com. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera melakukan pengawasan menyeluruh terhadap pengadaan kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) dan tender Fregat TNI Angkatan Laut. Desakan ini datang dari Paijo Parikesit, Pengamat kebijakan pertahanan dari Siasat Strategis Center (SSC).

SSC menyampaikan desakan ini melalui video berdurasi 4 menit 56 detik yang beredar di media sosial (Medsos), seperti akun Reel KaraEng Bontolangkasa Ri Sombaopu dan Titok Berita Sejiwa. Dalam narasi video tersebut, Paijo Parikesit menyoroti pola sistematis yang melibatkan broker Alutsista.

Paijo menilai ada pola keterlibatan Jimmy Wijaya sebagai broker. Jimmy diduga menghubungkan vendor asing dengan Kementerian Pertahanan. Pola ini, menurut SSC, membuka peluang mark-up hingga deviasi proyek. Pada akhirnya, kondisi ini berujung pada kerugian negara dan lemahnya daya tangkal pertahanan.

Jimmy Wijaya Muncul di Dua Kasus Besar
Nama Jimmy Wijaya secara konsisten muncul dalam dua kasus pengadaan besar. Kasus tersebut adalah Tender Fregat 2020 dan Proyek OPV 2023-2024.

“Nama Jimmy Wijaya konsisten muncul dalam dua kasus besar, Fregat 2020 dan OPV 2023-2024. Perannya sebagai broker membuat proyek pertahanan strategis berubah menjadai arena bancakan. KPK tidak boleh pura-pura buta. Mengusut Jimmy Wijaya adalah pintu masuk untuk membongkar praktik kotor dalam pengadaan Alutsista,” ujar Paijo Parikesit, dikutip dari video pendek SSC, Sabtu (27/9/2025).

Detail Kasus yang Disoroti:
Proyek OPV 2023-2024: Proyek pembangunan dua kapal (Hull 406 dan Hull 411) ini bernilai total Rp 2,16 triliun. Kontrak sudah ada sejak 2020. Namun, progres sempat macet di kisaran 35% per Maret 2023. Kapal baru diluncurkan pada September 2024. Ini mengindikasikan keterlambatan, potensi inefisiensi, dan risiko bancakan pembayaran termin.
Tender Fregat 2020: Media investigasi menyebut keterlibatan JW (Jimmy Wijaya) sebagai broker utama. Ia diduga mengatur jalur lobi, fee, dan pembagian keuntungan di balik keputusan pembelian fregat TNI Angkatan Laut.

Keterlibatan Jimmy Wijaya sebagai perantara, bukan entitas teknis atau industri pertahanan, menciptakan konflik kepentingan. Ini menggeser orientasi Pengadaan Alutsista OPV Fregat dari strategis ke kepentingan dagang.

Potensi Kerugian Negara Ratusan Miliar
SSC bahkan menghitung potensi kerugian nyata dari dua kasus ini. Angka kerugian ini mencapai ratusan miliar rupiah.

Berikut perhitungan potensi kerugian dari SSC:

Biaya Modal Keterlambatan OPV: Nilai kontrak Rp 2,16 triliun dikalikan 8% (biaya modal konservatif per tahun) = Rp 173,1 miliar hanya karena penundaan. Jika asumsi biaya modal 10%, kerugian mencapai Rp 216,4 miliar.
Mark-up dan Bancakan Fee Broker: Mark-up konservatif 5-10 persen pada kontrak Rp 2,16 triliun setara Rp 216 miliar. Pola bancakan fee broker dapat menggandakan kerugian ini.
Kerugian Non-Moneter: Turunnya jam patroli laut dan keterlambatan operasional kapal.
Desakan Konkret untuk KPK
Paijo Parikesit melihat KPK tampak tak berdaya dan mengajukan lima langkah konkret yang harus dilakukan KPK:

Audit forensik semua pembayaran OPV. Cocokkan bobot progres dengan termin pencairan.
Investigasi khusus peran Jimmy Wijaya dalam OPV dan Fregat. Usut fee dan aliran dana broker.
Pembekuan pembayaran mencurigakan hingga audit selesai.
Blacklist Jimmy Wijaya dan broker lain yang terbukti berperan sebagai channel fee ilegal.
Keterbukaan kontrak strategis kepada publik.

Paijo menyimpulkan, “Jika KPK membiarkan peran Jimmy Wijaya dibiarkan tanpa disentuh, maka KPK sedang melegalkan bancakan di sektor pertahanan… Membiarkan broker mengatur Alutsista adalah pengkhianatan terhadap rakyat.” Desakan KPK Usut Jimmy Wijaya ini menjadi penentu integritas pengadaan pertahanan Indonesia.

(Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *