Bogor.swaradesaku.com.BLT Dana Desa untuk Kepala Keluarga (KK) terdampak Covid-19 yang akan diserahkan oleh Kepala Desa serta Perangkat Desa harus tersalurkan sesuai peruntukkannya adalah menjadi harapan besar.
Namun demikian, kita ingat bahwa dana sebesar itu memiliki celah kerawanan dalam penggunaannya.
Menurut data dari Kemendes,Dana Desa yang dialihkan untuk BLT tersebut sekitar 31 persen dari total Rp72 triliun atau sebesar Rp22,4 triliun.
Program itu akan disalurkan bagi 12,3 juta kepala keluarga (KK) terdampak Covid-19, kita masih ingat beberapa peristiwa di negeri ini banyak bantuan sosial, disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dan rata-rata dilakukan dilakukan oleh oknum pejabat atau mantan pejabat, dari berbagai peristiwa tersebut tentu menjadi cermin bahwa BLT Dana Desa juga memiliki peluang yang sama untuk disalahgunakan oleh oknum tertentu.
Maka kita pantas berkaca dan mengawal bahwa Dana Desa yang akan disalurkan dalam bentuk BLT itu harus sesuai dengan peruntukkannya, yakni untuk mereka masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Jangan sampai nanti menjadi salah sasaran, datanya berbeda dengan data sebenarnya atau malah memberikan dana bagi mereka yang tidak berhak atau sampai diselewengkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Secara umum modus korupsi yang muncul dalam penyaluran dana bansos,biasanya mengurangi jatah penerima seperti yang kami amati di beberapa Desa telah terjadi pemotongan yang Semestinya menerima Rp 600.000,- namun yang yang diterima warga adalah Rp 400.000,- dan atau bahkan ada dugaan yang tidak menerima bansos sama sekali.
“Pelaku membuat daptar penerima bantuan fiktif”
Jadi sebenarnya penerima bantuan itu tidak ada tapi dana tetap dikeluarkan.
Oleh karenanya, ada beberapa hal yang mesti menjadi catatan, untuk meminimalisir terjadinya penyelewengan Dana Desa untuk masyarakat terdampak Covid-19 ;
1. Terbangunnya Komunikasi antar para pemangku kepentingan, mulai dari Kepala Desa, Perangkat Desa,tokoh masyarakt, tokoh agama dan lainya yang terkait dengan distribusi BLT.
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga kontrol tingkat Desa sangat diharapkan di harapkan perannya.
3. Optimalisasi UU Desa no 6 tahun 2014 dan Undang-undang no.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi publik Desa harus ditaati.
4. Keterlibatan pihak aparat penegak hukum dan masyarakat (LSM, ORMAS & PERS ) seperti supaya ada keberimbangan dalam mengontrol dana yang besar dalam proses pemberian bantuan dengan tujuan ikut serta menjadi pengawas agar dapat mencegah terjadinya korupsi.
Kami menilai pada situasi bencana ini, sistem pengawasan dan keterbukaan bisa saja akan lemah karena targetnya adalah dana dapat cepat tersalurkan.
” Oleh karenanya, ini yang harus dipecahkan dengan serius.”
Paling tidak ada sistem dengan melibatkan banyak kalangan masyarakat untuk mengontrol aliran dana tersebut, sehingga segera dapat memberi laporan jika nantinya ditemukan adanya kecurangan atau ketidakberesan agar dapat dilakukan eavluasi atau jika perlu diproses secara hukum.
Abu Yazid.
Pembina,swaradesaku Dir. Eksekutif LBH ADHIBRATA