• Kam. Nov 6th, 2025

Bogor.swaradesaku.com. Dalam pelaksanaan Program Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun 2025 yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, ditemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap penerapan standar keselamatan kerja di lingkungan proyek.

Proyek yang dilaksanakan oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) SDN Cikamarang, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, mencakup dua kegiatan besar, yakni rehabilitasi ruang perpustakaan dengan total anggaran Rp 144.915.030, serta rehabilitasi tiga ruang kelas dengan total dana Rp 433.060.380. Seluruh kegiatan tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, dengan masa pelaksanaan 90 hari kalender, terhitung sejak 6 Oktober hingga 31 Desember 2025.

Namun, berdasarkan pemantauan lapangan yang dilakukan sejumlah pihak pemerhati pendidikan dan keselamatan kerja, ditemukan bahwa sebagian pekerja di lokasi proyek tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri, serta Permen PUPR Nomor 5 Tahun 2014 mengenai pedoman K3 pada pekerjaan konstruksi bidang pekerjaan umum.

Ketiadaan helm keselamatan, sepatu kerja, sarung tangan, maupun rompi pelindung menjadi sorotan utama dalam kegiatan yang seharusnya mencerminkan semangat “Tut Wuri Handayani” — memberi teladan dan dorongan bagi dunia pendidikan. Ironisnya, kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas sarana pendidikan justru menunjukkan lemahnya implementasi nilai-nilai keselamatan dan ketertiban kerja.

Salah satu pemerhati infrastruktur pendidikan di wilayah Leuwisadeng menyebutkan bahwa pengabaian terhadap APD bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga mengancam keselamatan para pekerja di lapangan.

“Program pemerintah ini sudah baik karena menyentuh kebutuhan dasar sekolah. Tapi jangan sampai pelaksanaannya abai terhadap aspek keselamatan. Anak-anak sekolah melihat langsung proses pembangunan; mereka perlu contoh yang benar tentang disiplin kerja”, ujarnya.

Dalam konteks pengelolaan proyek berbasis masyarakat seperti P2SP, pemahaman dan pelatihan tentang K3 menjadi hal penting agar pelaksanaan pekerjaan tidak hanya mengejar hasil fisik, tetapi juga menjamin keamanan dan keberlanjutan proses pembangunan.

Pemerintah daerah dan pengawas teknis diharapkan dapat memperkuat fungsi monitoring dan pembinaan terhadap penerapan K3 di setiap satuan pendidikan penerima bantuan revitalisasi. Kepatuhan terhadap aturan bukan sekadar formalitas administratif, melainkan bentuk nyata tanggung jawab moral dan profesional dalam mewujudkan pendidikan yang berkarakter, aman, dan berintegritas.

(Suhendar/naga)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *