Cirebon.swaradesaku.com. Kondisi bangunan di SDN 1 Curug Wetan, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, kembali menjadi sorotan. Meski salah satu ruang kelas sempat mengalami roboh pada 2023 lalu, hingga kini ruang tersebut masih digunakan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM), Selasa (21/10/2025).

Guru SDN 1 Curug Wetan, Iin Mutmainnah, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi kelas yang digunakan oleh siswa kelas 5 itu. “Kelas yang atapnya roboh itu sekarang dipakai untuk kelas 5. Sudah dua tahun masih digunakan. Kami khawatir, kalau sedang KBM tiba-tiba ambruk lagi,” ungkapnya.
Iin menjelaskan, pihak sekolah terpaksa tetap menggunakan ruangan tersebut karena tidak memiliki alternatif ruang belajar lain. “Kenapa masih dipakai? Karena memang tidak ada lagi kelas lain. Sudah pernah kami ajukan ke dinas, tapi belum ada tindak lanjut,” tambahnya.
Tak hanya pada atap dan plafon, kerusakan juga terlihat pada mebeler dan lantai yang banyak mengalami pecah. Kondisi ini menambah ketidaknyamanan dalam proses belajar mengajar. Beberapa ruang lain pun disebut tidak kalah memprihatinkan. “Ada juga ruang kelas sempit, bekas kantor, yang kini digunakan untuk kelas 2 karena kekurangan ruang,” lanjut Iin.
Saat ini, SDN 1 Curug Wetan memiliki 12 rombongan belajar (rombel) dengan total 330 siswa. Idealnya, menurut Iin, sekolah membutuhkan tambahan ruang belajar agar kegiatan pembelajaran bisa berlangsung lebih baik. “Paling tidak ada tambahan dua rombel lagi supaya KBM bisa berjalan lebih baik,” katanya.
Senada dengan itu, guru lainnya, Asep Saefuddin Juhri, juga menyampaikan keprihatinannya atas kondisi bangunan yang tak kunjung diperbaiki. “Kami sudah mengajukan sejak atap roboh tahun 2023, bahkan tahun kemarin mengajukan lagi. Tapi sampai sekarang belum ada respons dari Pemda melalui Dinas Pendidikan,” ungkapnya.
Situasi seperti yang dialami SDN 1 Curug Wetan menunjukkan masih banyak persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, terutama terkait infrastruktur. Di saat banyak perhatian publik tertuju pada kurikulum dan sistem digitalisasi pendidikan, justru keselamatan ruang belajar masih luput dari perhatian.
Penggunaan ruang kelas roboh selama dua tahun adalah potret nyata dari kelalaian birokrasi yang berlarut-larut. Ini bukan hanya soal ketidaknyamanan, tetapi juga menyangkut keselamatan jiwa siswa dan guru yang setiap hari belajar dan mengajar di ruang penuh risiko.
Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, perlu segera turun tangan sebelum muncul korban. Pendidikan yang aman dan layak adalah hak dasar setiap anak, bukan sesuatu yang harus diperjuangkan melalui pengaduan berkali-kali.
( Ade Falah )