Cirebon.swaradesaku.com. Wacana pemekaran wilayah Kabupaten Cirebon Timur kembali mengemuka. Meskipun kini telah masuk dalam daftar Calon Daerah Persiapan Otonomi Baru (CDPOB), berbagai prasyarat mendasar masih harus dipenuhi sebelum rencana tersebut benar-benar bisa direalisasikan. Salah satu yang paling krusial adalah kesiapan infrastruktur dasar dan layanan publik, agar pemekaran tidak justru menambah beban masyarakat.
Hal tersebut ditegaskan Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, saat meninjau salah satu titik yang diusulkan sebagai calon pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon Timur, tepatnya di Desa Karangmalang, Kecamatan Karangsembung, Kamis (18/9/2025).

Karangmalang Dinilai Paling Potensial Jadi Ibu Kota
Menurut Ono, dari lima lokasi yang sempat diusulkan sebagai pusat pemerintahan, kini telah mengerucut menjadi tiga titik utama. Dari tiga titik tersebut, lokasi di Desa Karangmalang dinilai memiliki sejumlah keunggulan. “Tadinya ada lima lokasi, lalu mengerucut jadi tiga. Salah satu lokasi terkena jaringan SUTET, yang lainnya berada di lahan milik warga. Sedangkan Karangmalang ini lahannya milik desa, jauh dari SUTET, dan menurut informasi bukan kawasan rawan bencana. Ini jadi alternatif prioritas,” jelasnya.
Ono menekankan, meskipun DPRD Provinsi memberikan pandangan, namun keputusan akhir tetap berada di tangan Pemerintah Kabupaten Cirebon dan masyarakat lokal. “DPRD provinsi hanya memberikan dorongan. Yang lebih paham konteks lokal tentu pemerintah kabupaten dan masyarakat setempat. Yang penting, lokasi jangan jadi bahan tarik-menarik kepentingan politik. Harus berdasar kajian teknis dan objektif,” tambahnya.
Pendidikan dan Infrastruktur Masih Jadi PR Besar
Meski optimis, Ono menegaskan bahwa pemekaran tidak bisa dilakukan tergesa-gesa, apalagi tanpa kesiapan infrastruktur. Ia menyoroti banyaknya kecamatan di wilayah Cirebon Timur yang belum memiliki SMA atau SMK negeri, serta masih buruknya kondisi jalan dan layanan dasar lainnya. “Menurut saya, yang paling penting disiapkan lebih dulu adalah infrastruktur dasar. Pendidikan, kesehatan, jalan, semua itu masih banyak yang belum merata. Masih ada kecamatan yang belum punya SMA atau SMK negeri. Itu harus jadi prioritas sebelum bicara pemekaran,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ono menekankan bahwa pemekaran tanpa kesiapan justru akan membebani masyarakat, bukan membawa kemudahan. “Kalau dipaksakan tanpa persiapan, masyarakat yang akan menanggung akibatnya. Makanya, status CDPOB ini adalah momentum awal untuk pemerintah menyelesaikan persoalan-persoalan dasar dulu,” ujarnya.
Cirebon Timur Masuk 10 Besar CDPOB Nasional
Secara administratif, Cirebon Timur dinilai sudah cukup layak untuk maju ke tahap berikutnya. Berdasarkan penilaian resmi pemerintah, Cirebon Timur menduduki peringkat ke-6 dari 10 calon DOB, dengan skor 351 poin. “Peringkat ke-6 dari 10 CDPOB dengan skor 351 itu cukup baik. Ini jadi modal awal yang sangat positif untuk melanjutkan ke tahapan selanjutnya,” ujar Ono.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa proses pemekaran tidak hanya bergantung pada kesiapan daerah. Saat ini, pemerintah pusat masih menerapkan moratorium pemekaran daerah, sehingga semua proses masih terganjal di level kebijakan nasional. “Lihat saja Kabupaten Bogor. Dari awal diajukan sampai sekarang masih CDPOB. Kita harus tunggu kebijakan pemerintah pusat—apakah moratorium akan dicabut sebagian atau menyeluruh. Yang penting, Cirebon Timur tetap jalan dan benahi yang mendasar dulu,” pungkasnya.
Pemekaran wilayah seperti yang direncanakan di Cirebon Timur adalah peluang strategis untuk pemerataan pembangunan, namun hanya jika dilandasi oleh kesiapan yang matang. Keberadaan sekolah negeri yang merata, akses jalan yang layak, serta pelayanan publik yang memadai adalah fondasi utama agar pemerintahan baru nantinya bisa benar-benar melayani masyarakat secara maksimal.
Status sebagai CDPOB adalah momentum, bukan tujuan akhir. Ini adalah tahap krusial bagi pemerintah daerah untuk membuktikan keseriusan dalam menyiapkan wilayah. Jangan sampai semangat pemekaran hanya menjadi proyek elitis tanpa menyentuh kebutuhan riil warga di tingkat bawah.
Jika pemekaran ini sukses dirancang dan disiapkan dengan baik, Cirebon Timur bisa menjadi contoh ideal bagaimana pembentukan daerah baru dapat membawa manfaat nyata bagi masyarakat. Namun jika tergesa-gesa, ia bisa menjadi beban jangka panjang. Pilihannya kini ada di tangan pemerintah dan masyarakat: membangun dengan kesungguhan, atau kembali mengulang kegagalan pemekaran di tempat lain.
( Ade Falah )