• Sen. Jul 14th, 2025

Cirebon.swaradesaku.com. Pemasangan tiang dan kabel jaringan telekomunikasi di Desa Susukantonggoh, Kecamatan Susukanlebak, kembali menimbulkan keprihatinan. Tindakan ini terkesan mengabaikan ketentuan dan aturan yang berlaku. Pemasangan infrastruktur milik MyRepublik ini diduga belum mendapatkan izin resmi dan tidak melibatkan masyarakat setempat dalam proses pelaksanaannya.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, setiap provider penyedia layanan jaringan yang ingin membangun tiang dan melakukan pemasangan kabel di wilayah pemukiman warga wajib mematuhi regulasi yang ada. Pelanggaran terhadap regulasi ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah, termasuk ketidaknyamanan bagi warga.

Salah satu warga Susukantonggoh, Kusnadi (RT. 01 RW 03), saat wawancara dengan wartawan Swaradesaku mengungkapkan, “Saya sangat kecewa karena tiang jaringan internet itu dipasang di halaman rumah saya. Walaupun saya diberikan kompensasi sebesar Rp. 100.000, itu sangat tidak sebanding dengan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.” Komentar ini mencerminkan keresahan yang dialami oleh masyarakat yang merasa haknya diabaikan.

Ketua Pemuda Pancasila Kecamatan Susukanlebak, Mochammad Rosid, menegaskan pentingnya perizinan dalam pemasangan tiang dan kabel jaringan, terutama yang berkaitan dengan infrastruktur publik seperti fiber optik. “Pemasangan tanpa izin dapat mengakibatkan sanksi sesuai peraturan daerah, termasuk denda atau bahkan pembongkaran,” tegasnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa hukum harus ditegakkan untuk melindungi hak masyarakat.

Bo’im, sapaan akrab Moch. Rosid, menambahkan bahwa perusahaan yang ingin memasang jaringan harus memastikan mereka telah memperoleh izin yang diperlukan, termasuk dari pemerintah daerah dan persetujuan dari pemilik lahan. “Keberadaan tiang internet sering kali memicu konflik karena beberapa penyelenggara jasa telekomunikasi melakukan pemasangan tanpa izin dari pemilik lahan, yang pada gilirannya menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat,” jelasnya.

“Kami juga dalam waktu dekat akan mendatangi Kuwu Susukan Tonggoh untuk mempertanyakan apakah sudah ada rapat dengan para RT dan RW serta masyarakat terkait adanya jaringan internet tersebut,” tambah Bo’im.

Dalam UU Nomor 36 Tahun 1999, Pasal 13 mencatat bahwa penyelenggara telekomunikasi harus mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah atau bangunan yang dilalui jaringan. “Pemasangan tiang di jalan perumahan harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari perusahaan dan warga,” imbuhnya, menegaskan pentingnya melibatkan masyarakat dalam setiap langkah proyek pembangunan.

Bo’im juga menekankan bahwa pemasangan kabel Wi-Fi harus mengikuti regulasi yang berlaku, termasuk izin dari pemilik lahan. “Tidak boleh ada pemasangan kabel di atas tanah warga tanpa persetujuan pemilik. Izin tidak hanya cukup dari kuwu atau kepala desa,” tambahnya. Ini menggambarkan pentingnya transparansi dan komunikasi yang baik antara penyelenggara layanan dan masyarakat.

Kondisi ini mengingatkan kita akan pentingnya koordinasi dan transparansi antara penyelenggara layanan telekomunikasi dan masyarakat agar setiap proyek infrastruktur bisa berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari. Diharapkan, pihak terkait dapat segera mengambil langkah yang tepat untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang ada demi kenyamanan dan keamanan bersama.

Kami berharap agar perusahaan-perusahaan penyelenggara telekomunikasi, termasuk MyRepublik, dapat lebih proaktif dalam melibatkan masyarakat dan mematuhi peraturan yang ada. Kesadaran akan pentingnya izin dan komunikasi dua arah dapat membantu menghindari masalah di masa depan, serta menjamin kenyamanan dan hak-hak warga dalam lingkungan mereka.

(Ade Falah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *