Bogor.swaradesaku.com. Maraknya keberadaan tambang di wilayah Rumpin Kabupaten Bogor telah menimbulkan permasalahan sosial bagi masyarakat sekitar.

Pengamat kebijakan publik, A.Hidayat.ST memaparkan soal pertambangan galian C.
Menurutnya kehadiran para pengusaha besar dan kecil serta usaha perorangan yang bergerak di wilayah Rumpin, patut ditinjau kembali terkait dari berbagai aspek yang tidak hanya menyangkut perizinan usaha tambang galian C, namun juga aspek sosial dimasyarakat yang berdampak kerusakan ekosistem alam hingga sarana infrastruktur jalan di wilayah Rumpin Kabupaten Bogor.
Keberadaan perusahaan tambang yang menjalankan aktivitas penambangan di Rumpin tidak saja menimbulkan pencemaran lingkungan hidup air dan udara saja, namun aspek keselamatan masyarakat di Rumpin juga teramcam dengan hilir mudiknya armada truk – truk tambang yang melintas di jalan raya Rumpin hingga ke wilayah Parung Panjang ujarnya.
Ditambahkan oleh nya kan belum lama telah terjadi peristiwa yang menewaskan 3 orang siswa sekolah yang bertabrakan lakalantas dengan armada dum truk besar yang melintas membawa tambang galian C, berupa pasir dan batu belah.
Sementara masyarakat sudah sering melakukan aksi – aksi demo di Rumpin dan Parung Panjang agar keberadaan dum truk – truk besar pengangkut tambang galian C , ditinjau kembali dari aktivitas operasionalnya.
Dengan adanya wacana akan di buatnya akses jalan berupa infrasturktur jalan tambang tentunya hal ini bukan menjadi solusi utama dalam memecahkan persoalan – persoalan keberadaan para pengusaha galian C di Rumpin dan Parung Panjang.
Aspek lingkungan hidup juga seharusnya di perhatikan dengan hadir nya para pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan galian C ini, patut pihak Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Barat dapat lebih turun kedalam melihat langsung kerusakan – kerusakan yang ditimbulkan oleh keberadaan penambangan galian C.
Ini akan menjadi persoalan serius di masa depan mengingat kerusakan alam yang terjadi tidak hanya memberikan dampak negatif untuk masyarakat saja, namun dampak pencemaran lingkungan air dan udara juga menjadi persoalan yang harus di tinjau kembali keberadaan pengusaha tambang yang menyalahi aturan terkait UU Lingkungan Hidup.
Pembangunan jalan akses tambang yang direncanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten bukanlah solusi memecahkan persoalan dari para pengusaha tambang galian C dan masyarakat, pembangunan jalan tambang yang menyerap anggaran sangat besar tersebut juga harus di kaji ulang untuk penggunaan APBD Pemerintah Kabupaten Bogor dan APBD Provinsi Jawa Barat, ini harus di hitung ulang kembali menyangkut penggunaan anggaran belanja APBD Kabupaten dan Provinsi yang tidak sedikit harus dikeluarkan nantinya, imbuhnya.
“Pembebasan tanah – tanah warga yang terkena lintas jalur tambang itukan membutuhkan biaya yang sangat besar sekali, coba saja jalan khusus tambang akan dibangun sepanjang 12,5 kilometer
meliputi 4 wilayah Desa di Kecamatan Rumpin dan Cigudeg itu membutuhkan biaya Untuk pembiayaan pembangunan jalan khusus tambang, lanjutnya, disediakan oleh pihak konsorsium yang dibentuk. Jika memungkinkan, pihak Pemerintah juga akan ikut investasi melalui BUMD.
“Estimasi anggarannya kan cukup besar, kira – kira 500 sampai 600 miliar rupiah. Nah, pemerintah tidak punya anggaran itu, makanya harus ada konsorsium. Jadi nantinya dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka juga menurut infonya, ya kita lihat saja apakah konsorsium ini bisa jalan tidak, atau nanti ujung – ujungnya Pemerintah Daerah yang akan full mendanai proyek jalan tambang ini , ya bisa saja kalau dari konsorsium itu tidak memiliki keuangan yang baik kan bisa saja proyek itu tidak berjalan dan ujungnya Pemerintah yang menomboki keuangan biaya proyek itu kan, ya menurut saya pertanyaan nya cukup sederhana kalau Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten membangun jalan tambang itu tidak ada kontribusi yang baik ke Pemerintah Daerah soal pajak tambang dan pendapatan lainnya dari perusahaan tambang galian C kepada pihak Pemerintah buat apa di bangun jalan tambang, untuk apa mempasilitasi kebutuhan perusahaan tambang itu kalau mereka sendiri tidak mau memberikan kontribusi balik ke pihak Pemerintah Daerah kan lebih baik anggaran yang sangat besar itu digunakan untuk perbaikan pasilitas infrastruktur jalan yang masih banyak yang rusak di wilayah Desa pedalaman di Kabupaten Bogor dan ini lebih tepat sasaran menurut saya ketimbang melayani kebutuhan pengusaha galian C, kalau para pengusaha ini taat pajak untuk kontribusi ke pihak Pemerintah saya rasa itu lain soal.
Juga perlu diketahui lokasi tambang, dampak negatif usaha tambang terhadap alam dan hutan memang tampak mengkhawatirkan. Selain adanya kerusakan lahan hutan, tampak pula kerusakan beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melintasi daerah – daerah kawasan usaha tambang seperti Desa Rumpin, Desa Cipinang, Desa Sukasari dan, kawasan hutan di Kecamatan Rumpin terdiri dari 3 kawasan, yaitu kawasan hutan lindung, kawasan hutan konservasi dan kawasan hutan masyarakat. Bahkan Departemen Kehutanan RI memiliki sebuah Balai Diklat Kehutanan di wilayah tersebut itu lalu seharusnya diketahui juga oleh Departemen Kehutanan di Rumpin kalau memang serius dalam pengawasan soal area – area tambang itu beroprasi.
Kalau kita bicara terjadinya kerusakan hutan dan aliran sungai, tidak sepenuhnya akibat kesalahan para pelaku usaha tambang. Pasalnya, ada peranan beberapa oknum pemegang otoritas pengawasan kehutanan yang justru menutup mata dan seolah diduga “memfasilitasi” adanya eksploitasi tambang di tanah kehutanan.
“Ini juga terjadi karena adanya ijin usaha tambang yang tanpa pengawasan dan pengendalian secara rutin dari Pemprov Jawa Barat. Ya izin nya kan di Pemprov Jabar kalau soal tambang.
Izin pertambangan galian C adalah izin yang diperlukan untuk melakukan kegiatan penambangan bahan galian golongan C, yang kini dikenal sebagai matrial alam berupa batuan dan pasir alam. Izin ini, yang dikenal sebagai Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), diberikan oleh pemerintah daerah (Bupati/Walikota serta Gubernur) atau Menteri, tergantung pada wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Usaha pertambangan galian C di Kecamatan Rumpin, saat ini didominasi oleh beberapa perusahaan besar yang memasok hasil material tambang alami maupun hasil tambang olahan untuk kebutuhan industri semen dan sebagainya. Sementara di sisi lain, beberapa orang warga di wilayah ini pun banyak yang melakukan usaha serupa dengan modal seadanya. Mulai dari membuka usaha galian atau membuka usaha pangkalan batu dan pasir. Namun sebagian besar masyarakat, hanya menjadi sopir truk angkutan tambang dan buruh kuli bongkar muat hasil tambang semuanya itu lepas dari pengawasan pihak Pemprov Jabar dan Kementrian Kehutanan serta Kementrian Lingkungan Hidup dan perlu diketahu untuk proses permohonan izin tambang itu tidak mudah harus memenuhi beberapa hal yang harus di buat di ajukan kepada pihak Pemerintah yang tidak hanya soal kajian saran teknis saja ,ada juga standarisasi permohonan ekplorasi izin HO.IP dan perizinan Utilitas dan perizinan lainnya.
Nah kalau ada hal terkait tambang galian golong C yang diduga telah membuat kerusakan hutan, sungai dan kerusakan lainnya kita bisa melaporkan kepihak Kementrian ESDM, meski pemberian ijin usaha pertambangan galian C sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov). “Coba di cek, kalau galian golongan C pasti di Provinsi, termasuk kewenangan pengawasan dan pengendaliannya.
Terjadinya ekosistem alam yang rusak akibat lemahnya kinerja pengawasan dan pengendalian Pemerintah terhadap keluarnya izin galian C.

Jadi menurut saya laporan warga masyarakat, dan para aktivis penggiat lingkungan hidup termasuk dari rekan – rekan media tentu bermanfaat sebagai tambahan informasi untuk Pemerintah untuk dilakukan peninjauan ke lokasi tambang – tambang galian C yang ada tidak hanya di Rumpin dan wilayah Kabupaten Bogor saja, di beberapa wilayah lain di Jawa Barat, demikian pungkasnya.
(Red)