• Sel. Jul 1st, 2025

Ini Keluhan Ketum FJB tentang Nasib Petugas Retribusi yang Sangat Memprihatinkan, Makin Tidak Jelas dan Terombang Ambing

Byredaksiswaradesaku

Nov 29, 2021

Bogor.swaradesaku.com.Sejak dikeluarkan Peraturan Bupati No. 32 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan parkir kendaraan bermotor oleh Pemerintah Daerah kabupaten Bogor, dan dicabutnya Peraturan Bupati No. 24 tahun 2006 Tentang Pengelolaan Parkir dan Penetapan Titik Titik Parkir, nasib sekitar 120 orang Jukir, nyaris menjadi pengangguran dan kondisinya terlunta lunta tidak dipedulikan oleh Dinas Perhubungan Khususnya UPT 1 hingga UPT V Dishub Kabupaten Bogor.

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Forum Silaturahmi Juru Parkir Bogor (FJB), A Sadeli dalam Press Rilisnya yang mengatakan pihaknya dari DPP FJB telah melayangkan surat No 02/FJB/X1/2021 tertanggal 9 November 2021 ditujukan kepada Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor yang intinya meminta Dishub memberikan solusi dan menempatkan para jukir di tempat kerja sebagai pengganti pos lintasan yang di tutup sesuai dengan isi perbup No. 32/2021.

Dalam suratnya tersebut juga ditegaskan, apa bila dalam 2 minggu Dishub tidak mengabulkan permohonannya, maka demi untuk kepentingan para jukir FJB akan mengambil opsi kembali turun ke jalan. Karena pos lintasan yang sudah ada sejak tahun 2006 yang sekarang ditutup oleh Dinas, baginya tidak bisa di buang begitu saja, karena pada saat itu untuk mencari titik lintasan tidaklah mudah, mendirikan Pos Lintasan se kabupaten Bogor banyak pengorbanan para koordinator saat mengkondisikan titik pos lintasan di setiap wilayah hingga berdiri pos lintasan.

Ketika itu, banyak rintangan tidak ringan dihadapi para Koordinator demi melaksanakan tugas dan menggali potensi parkir untuk mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dan seiring berjalannya waktu, rintangan yang terjadi dilapangan telah dapat diatasi dan berjalan lancar hingga puluhan tahun.

Terbitkanya Perbup No 24/2006, tidak sedikit dana bantuan dari para koordinator untuk proses Perbup agar cepat terbit, agar para jukir bisa bekerja dengan nyaman adanya payung hukum, hingga mereka mampu menyetorkan PAD dari 100 juta 2006 sampai dengan 700 juta untuk Pemkab Bogor sampai tahun 2019.

Bagi kami tidak masalah Perbup No 24/2006 dicabut meskipun sedikit menyayangkan karena kebijakan Dishub menutup pos lintasan dengan tidak dibarengi menempatkan jukir di tempat kerja yang baru, padahal saat FJB belum berbadan hukum, pihak Dinas menyarankan untuk segera diurus Badan Hukumnya dan FJB (saat itu Paguyuban Jukir Bogor) akan mendapat semacam prioritas karena terbukti mampu bekerja dan berpengalaman berkerja sama dengan Dinas melalui Koordinator, namun setelah FJB berbadan hukum dan terdaftar resmi di Kemenkumham, pihak Dinas mengatakan harus Badan Usaha, dan diakuinya FJB berbadan hukum namun sifatnya Ormas dan bukan badan usaha.

Padahal jelas jelas FJB yang hingga saat ini merupakan satu-satunya wadah para jukir Dishub, tapi masih saja mendapat perlakuan sepele dari Dinas, meski kami telah memiliki badan hukum dengan Akte Notaris Aden Dahri SH. Mkn Nomor 22 Tahun 2020, dan SK Kemenkumham RI No. AHU –0010000 AH.O1.07.Tahun 2020.

Maka bila terjadinya seperti itu, menurut kami, Dinas yang menutup pos seenaknya, sangat tidak menghargai jasa jasa para koordinator dan jukir yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja di pos lintasan sebagai penyumbang PAD untuk Pemkab Bogor, dan malah kesannya Dinas dengan sengaja melenyapkan pos lintasan dengan begitu saja, tanpa memikirkan nasib para jukir sebanyak ini.

Sebenarnya para koordinator dan Jukir merasakan banyak sekali manfaat dari Perbup Nomor 24/2006, dimana sebagian dari mereka sudah diangkat menjadi ASN/PNS, akan tetapi saat ini, jangankan diangkat menjadi ASN, Koordinator dan Jukir saat ini sangat sulit jika bukan mustahil untuk diangkat menjadi tenaga Honor/ Katagori 2 dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), hingga nasibnya makin terombang ambing dan tidak jelas.

FJB berusaha untuk mengakomodir dan menampung keluh kesah para jukir, agar jangan sampai mereka lepas kendali. Karena bila menyangkut urusan perut, siapun bisa saja berbuat nekat tanpa memikirkan resikonya.

Kebijakan Kadis yang melayangkan surat Nomor 800 tanggal 20 September 2021 lalu kepada Kapolres Kabupaten Bogor untuk menertibkan para Jukir yang masih menjalankan aktivitas di Pos Lintasan, menurut kami kurang bijaksana dan sangat melukai hati para jukir yang sudah bekerja sama puluhan tahun dengan Dinas.

Dinas harusnya bisa membedakan mana itu pelaku Pungli dan mana itu para Jukir yang sudah puluhan tahun bekerja untuk mendapatkan dan menyetorkan PAD. Jadi sebaiknya menurut kami Pos Lintasan jangan sekaligus ditutup, tapi secara bertahap, hingga para Jukir sudah mendapat kegiatan di tempat kerja yang baru, maka barulah pos lintasan ditutup, apalagi alasan Dinas mencabut Perbup 24/2006 karena ada yang tidak sesuai dengan definisi parkir.

Kenapa baru sekarang setelah 15 tahun berjalan disadari Dinas kekeliruan soal definisi parkir itu. Padahal jelas nyata para jukir bisa bekerja dengan nyaman, tidak selalu mendapat perlakuan diskriminasi.

Sekarang Dinas mengeluarkan Perbup No 32/2021 pada Bab VII Pengelolaan Parkir, Bagian Kesatu, Pasal 11 tertulis :
1. Dalam mengelola parkir Dinas dapat bekerja sama dengan Badan.
2. Kerjasama sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) berupa pengelolaan tempat khusus parkir dan rekrutmen petugas pemungut Retribusi parkir tepi jalan umum dengan berpedoman Kepada ketentuan perundang undangan.
3. Badan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
A. Memiliki akta pendirian Perusahaan yang bergerak di bidang usaha perpakiran dan
B. Memiliki izin penyelenggaraan parkir.

4. Dalam hal kerja sama pengelolaan tempat khusus parkir di lakukan dengan badan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) maka badan tersebut merupakan wajib pajak parkir.

Jadi FJB Menilai bila perparkiran dilepas kepada pihak ketiga bagi mereka yang memakai tenaga jukir harus mampu memberikan upah /gaji yang layak sesuai dengan peraturan Disnaker, karena perparkiran di Kelola oleh PT/CV. Bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan sesuai peraturan perbup 32/2021 tersebut sebaiknya jangan diadakan kerjasama, karena mereka ada yang berkerja di salah satu UPT, nyatanya tidak merekrut para jukir yang sudah memiliki pengalaman puluhan tahun di lapangan.

Kami FjB sangat menyesalkan kebijakan Dinas membuat peraturan seperti itu, dan tidak ada toleransi dari Dinas untuk para jukir yang sudah berkerja keras selama ini sebagai penggali potensi parkir untuk PAD. FJB menilai Perbup No 32/2021 sangat memberikan ruang dan kesempatan kepada pihak ketiga, khusus mereka yang sudah memiliki persyaratan diatas FJB, hingga FJB merasa diperlakukan kurang adil oleh Dinas dan /UPT, karena terkesan tebang pilih, terbukti seperti di UPT 1, beberapa pihak ke 3 sudah berjalan melakukan kerja sama dan menguasai titik dengan tidak merangkul para Jukir dari FJB.

Pada kesempatan ini FJB meminta kebijakan Dinas perlu ditinjau kembali dan sepatutnya memikirkan nasib para jukir yang berjumlah 120 orang ini, karena mereka manusia yang punya keluarga dan anak istri, mereka bukan robot yang bisa dimatikan begitu saja tanpa merasakan penderitaan mereka.

FJB berpendapat, hadirnya Perbup no 32/2021 jelas bertujuan untuk menghapus pos lintasan sekaligus memecat para Jukir yang selama ini berstatus pekerja harian lepas (PHL) dan ada juga K2, tanpa menghitung jasa mereka yang sudah puluhan tahun bekerja sama dengan Dinas.

Selama bekerja dilapangan, mereka hanya dibekali Surat Tugas dan tanda pengenal dari Dinas, tapi anehnya Dinas bisa bisanya membuang mereka begitu saja, dan hendak melenyapkan mereka seakan selama puluhan tahun penyumbang PAD hanya dipandang sebelah mata.

Dimana rasa simpati dari Dinas atas jasanya, apa lagi penghargaan kepada mereka yang bekerja dan memiliki loyalitas serta didikasi yang tinggi, atas kecakapannya berdiri 8 jam tanpa upah, tanpa jaminan kesehatan dan asuransi ketenagakerjaan. Diantara mereka banyak mengalami sakit tanpa jaminan kesehatan bahkan ada beberapa koordinator yang wapat tidak mendapat perhatian dari Dinas.

Akhir kata dari keluh kesah ini, kami hanya menuntut keadilan, dan demi kondusifnya situasi dari kegelisahan hati para Jukir, maka sudah selayaknya Kepala Dinas mengabulkan permohonan kami ini, sebelum kami mengambil langkah lebih jauh untuk melakukan gugatan hukum, guna memperjuangan hak para jukir yang terdzolimi atas sikap Kepala Dinas yang tidak beritikat baik untuk membalas surat kami, yang dapat diduga sengaja tidak membalas surat kami karena menganggap sepele para Jukir selaku Pahlawan PAD.

Kami berharap, keluh kesah kami ini bisa sampai kepada Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor dan mendapat tanggapan segera, karena menurut kami, bagaimanapun, mereka para Jukir merupakan bagian dari Dinas Perhubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan begitu saja. Kepada siapa lagi harus mengeluhkannya jika bukan kepada Kepala Dinas Perhubungan sebagai Kepala Dinas terkait.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *