Bogor.swaradesaku.com. Hj Eli Hurriyyati MPd menghimbau kepada para orang tua murid (Ortu) untuk meluangkan waktu membimbing anak belajar di rumah dengan mengatur jam belajar sebagaimana biasa jam bersekolah.
Menyikapi pandemi Covid-19 dengan diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan protokol kesehatan sudah seharusnya masyarakat mengikuti aturan pemerintah seperti menjaga jarak aman (psysical distancing) sebagai bagian dari pembatasan (social distancing).
Namun kenyataannya sebagaimana pengamatan Kasek Eli yang juga warga setempat, anak berkeliaran pada jam belajar dengan tidak menggunakan aturan psysical distanching yang dianggapnya membahayakan bagi anak itu sendiri.
“Anak – anak berkeliaran bermain pada saat jam belajar, padahal waktu itu ada tugas dari sekolah, dari sini saya melihat orang tua mereka kurang memperhatikan waktu belajar anak bahkan sama saja jika sekolah seperti biasa dapat membahayakan bagi anak itu sendiri terkait virus corona yang tidak diketahui ada dimana,” ungkap Hj Eli ditemui di ruang kerjanya usai acara pembagian raport, Jumat (19/6/20).
Hj Eli mengaku, pihak sekolah menerapkan 2 metode belajar di rumah atau pendidikan jarak jauh (PJJ) dengan metode Daring dan Luring; “Bagi orang tua siswa yang memiliki HP, kami menggunakan metode Daring, sedangkan bagi yang tidak memiliki HP, digunakan metode Luring,” terang Hj Eli.
Daring berasal dari bahasa Inggris yang artinya online melalui telp seluler atau komputer, biasanya Daring dilakukan dengan komunikasi langsung melalui jaringan internet, sedangkan Luring dari bahasa Inggris artinya offline, sehingga Luring dimaksud melakukan belajar dengan teks pelajaran yang dibagikan dari sekolah dan dikerjakan oleh siswa di rumah dengan bimbingan orang tua.
Terkait efektivitas proses belajar mengajar, Hj Eli memastikan kurang efektif dan menurutnya terbukti dengan hasil nilai yang bisa dilihat di raport siswa semester ini mengalami penurunan dibanding sebelum pandemi Covid-19.
“Saya yakin kurang efektif dibandingkan dengan belajar langsung di sekolah seperti biasanya, karena dengan tatap muka antara guru dan murid akan menghasilkan kualitas belajar lebih, dimana guru akan melaksanakannya secara profesional sebagai pengajar, sedangkan orang tua yang bukan pengajar akan kesulitan mengajar mata pelajaran bagi anaknya. Jelas hal ini akan membedakan kualitas pendidikan sehingga efektivitas PJJ lebih rendah dibanding tatap muka. Terbukti dari raport yang sudah dibagikan, mengalami penurunan nilai dibanding semester lalu sebelum ada pandemi,” terangnya.
Terkait kurang efektifnya hasil pendidikan jarak jauh, menurut Hj Eli lebih baik apabila dibuka kesempatan untuk tatap muka guru dengan kelompok siswa misal maksimal 15 orang agar membantu meningkatkan kualitas PJJ yang terbukti kurang efektif.
“Menurut saya lebih baik dibuka aja kesempatan untuk tatap muka guru dengan kelompok siswa misal maksimal 15 orang tiap pertemuan, tujuannya agar membantu meningkatkan kualitas PJJ yang terbukti kurang efektif. Namun hingga saat ini belum ada aturan yang memperbolehkan atau melarangnya. Dan apabila nanti dilaksanakan, tentu diperlukan adanya persetujuan dari para orang tua murid,” pungkas Hj Eli menutup wawancara.
(Didi S)