Oleh: Duduh Wahyudin, S.IP
Opini.swaradesaku.com.Pasca reformasi bergulir sejak tahun 1998 sampai dengan 2002, membawa perubahan terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk salah satunya adalah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
MPR sebagai lembaga negara yang berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar telah melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 yang membawa dampak terhadap kedudukan, wewenang, tugas, dan produk hukum MPR.
Sesuai dengan amanat Pasal 1 Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi: “Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil putusan pada sidang MPR tahun 2003” yang hasilnya dituangkan ke dalam Ketetapan MPR Nomor l/MPR/2003 tentang Peninjauan Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
Materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR perlu dipahami bersama oleh segenap komponen masyarakat, mengingat terdapat perubahan kedudukan Ketetapan MPR dalam sumber tertib hukum di Indonesia, karena Ketetapan MPR masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam Ketetapan MPR Nomor l/MPR/2003 tentang Peninjauan Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002, diantaranya telah menetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang “Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme”.
Ketetapan ini dinyatakan “tetap berlaku” dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 ini, kedepan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi, dan hak asasi manusia.
Substansi dan Perkembangan dari Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966, adalah sebagai berikut:
Pertama, Ideologi dalam paham atau ajaran Komunisme, Marxisme/Leninisme bertentangan dengan ideologi Negara Republik Indonesia, sehingga Ketetapan tersebut harus dipertahankan. Jika Ketetapan ini dicabut akan berakibat ajaran Komunisme, Marxisme/Leninisme, dan organisasi semacam PKI akan hidup kembali sehingga dapat menyebabkan munculnya kembali trauma sejarah penghianatan PKI terhadap Bangsa Indonesia.
Kedua, pada hakekatnya Ketetapan ini memiliki semangat sebagai “aturan dasar bernegara” untuk menyelamatkan ideologi negara Pancasila dan mencegah kembali terjadinya tragedi politik dalam suasana traumatik, seperti yang terjadi di tahun 1965 saat terjadi peristiwa G 30 S PKI. Dengan demikian, penetapan kembali keberlakuan Ketetapan ini adalah untuk menegaskan bahwa ideologi dan gerakan Komunisme, menyimpang dari cita-cita demokrasi Indonesia. Sehingga gerakan politik untuk menegakkan paham Komunisme, seperti pendirian Partai Politik dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang berasaskan/berpahamkan Komunisme, Marxisme, dan Leninisme harus tetap dilarang. Namun sesuai dengan substansi Ketetapan itu sendiri, kajian untuk kepentingan ilmiah dan akademis masih dapat dibenarkan (Pasal 3 Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966).
Ketiga, berkenaan dengan hak-hak politik eks PKI dan/atau keturunannya, yang pernah mengalami perlakuan diskriminatif pada masa sebelumnya. Hak tersebut sudah dikembalikan sesuai dengan semangat keadilan, hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia, sesuai dengan kedudukannya sebagai warga negara. Hal tersebut berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 011-017/PUU-1/2003 yang merupakan hasil Judicial Review atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 60 huruf g. Di mana Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 60 huruf g dalam Undang-Undang dimaksud yang berbunyi: “Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G 30 S/PKI atau organisasi terlarang lainnya” dibatalkan.
Perlu kita pahami bersama bahwa ajaran Komunisme dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan menjelmakan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan asas dan sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia yang ber-Tuhan dan beragama yang berlandaskan faham gotong-royong dan musyawarah untuk mufakat.
Paham atau ajaran Marx yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, MaoTse Tung, dan lain-lain mengandung benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila.
Paham Komunisme/Marxisme-Leninisme yang dianut oleh PKI dalam kehidupan politik di Indonesia telah terbukti menciptakan iklim dan situasi yang membahayakan kelangsungan hidup Bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila.
Maka adalah wajar, bahwa tidak diberikan hak hidup bagi Partai Komunis Indonesia dan bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkembangkan dan menyebarkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Dengan demikian Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 dimaksud “tetap berlaku” sebagai pedoman dalam Kebijakan Politik Nasional, sehingga makin meneguhkan kedudukan Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara
Pancasila sebagai Dasar Negara berarti Pancasila menjadi dasar untuk mengatur penyelenggara negara dan seluruh warga negara Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat terdapat rumusan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Rumusan sila-sila Pancasila itulah dalam hukum positif Indonesia secara yuridis-konstitusional sah, berlaku, dan mengikat seluruh lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara, tanpa kecuali.
Kemudian Pancasila sebagai Ideologi Negara, dapat dimaknai sebagai sistem kehidupan nasional yang meliputi aspek etika/moral, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan dalam rangka pencapaian cita-cita dan tujuan bangsa yang berlandaskan dasar negara, sebagaimana yang diamanatkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yang tertuang dalam Alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “… Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.
Itulah dasar dan ideologi Pancasila yang harus kita pertahankan dan kita perjuangkan untuk mencapai cita-cita dan tujuan negara. Karena hanya Pancasila sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang mendalam (Filosofische Grondslag).
Sebagai pandangan hidup (Way of life) dan Pemersatu Bangsa yang lahir dan tumbuh di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah dirumuskan dan dilahirkan oleh Bapak Bangsa (The Founding Fathers) sebagai Tokoh Indonesia.
Hanya satu Ideologi Pancasila yang lahir dalam rahim Ibu Pertiwi, dan hidup, tumbuh dalam jiwa bangsa Indonesia, maka bagi paham Komunis, Marxisme, dan Leninisme “terlarang” hidup di negara Pancasila.
Penulis adalah :
Lulusan STSIP Syamsul Ulum Sukabumi, 03 September 2007.
Saat ini aktif sebagai Guru PPKn di SMK Bina Bangsa Surade.
(Red)