• Sel. Jul 1st, 2025

Mengenal Karakter Calon Pemimpin Demokratik Pada Pilbup Sukabumi 2020 (Oleh : Duduh Wahyudin, SIP.)

Sukabumi. Swaradesaku.com. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah, bahwa pelaksanaan pemungutan suara dilaksanakan pada bulan Desember 2020 secara serentak di Wilayah Indonesia.

Namun, dalam Pasal 201A ayat (3) diatur bahwa pemungutan suara dapat diundur apabila memang pada bulan Desember 2020 pemungutan suara belum bisa dilaksanakan, karena bencana non alam berupa pandemi Covid-19 belum bisa teratasi.

Rencana Pemilihan Kepala Daerah, khususnya Pemilihan Bupati /Wakil Bupati Sukabumi, sudah mulai terasa hangat. Masing-masing Calon Bupati Sukabumi sudah mulai melakukan kegiatan sosialisasi yang dikemas dalam bentuk kegiatan sosial kemasyarakatan.

Kabar santer terdengar di masyarakat adalah Calon Bupati Drs H Marwan Hamami, MM dan Calon Bupati Sukabumi Drs H Adjo Sardjono, MM. Kedua figur ini berpeluang besar untuk terpilih menduduki kursi F1 sebagai Bupati Sukabumi periode 2020 – 2025. Pada akhirnya rakyatlah yang mempunyai hak suara untuk menentukan siapa yang layak terpilih untuk memimpin kabupaten Sukabumi lima tahun kedepan menuju Sukabumi Unggul lebih baik.

Sebaiknya masyarakat lebih mengenal figur para Calon Bupati atas kualitas dan keunggulannya masing-masing, terutama mengenal tentang karakter pemimpin pemerintahan yang demokratik yang dimiliki masing-masing Calon Bupati. Hal ini menjadi penting sebagai modal dasar untuk kepemimpinan kabupaten Sukabumi ke depan.

Adapun Karakter Pemimpin yang Demokratik adalah sebagai berikut:

Pertama, Pemimpin yang sensitif.

Ini ditandai oleh kemampuan untuk secara dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengerti apa yang mereka butuhkan, mengusahakan agar ia menjadi pihak pertama yang memberi perhatian terhadap kebutuhan itu. Dalam hal memberi perhatian tidak selalu berarti memenuhi kebutuhan dimaksud. Karena, dalam keadaan di mana pemerintah belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

Maka cara lain yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin yan sensitif adalah mengkomunikasikan kepada masyarakat tentang adanya kepedulian pemerintah atas kebutuhan mereka, seraya menjelaskan mengapa kebutuhan itu belum dapat dipenuhi. Sikap keterbukaan atau tranparansi dari karakter seorang pemimpin yang seperti ini akan semakin mendekatkan pemerintah kepada masyarakatnya. Dengan tingkat kepekaan yang tinggi, pemimpin dalam pemerintahan akan mampu tampil sebagai pihak yang menyelesaikan masalah, bukan pemimpin menjadi sumber masalah. Keberhasilan pemimpin dalam mengemban tugas-tugasnya tidaklah identik dengan kemampuannya ‘menyelesaikan semua masalah dan mengatasi semua kesulitan’.

Keberhasilan pemimpin itu cukup diukur dari upayanya yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan berbagai masalah dan kesulitan yang sifatnya ‘fundamental’.
Ingat, hindari sebisa mungkin untuk memilih pemimpin yang defensif. Karakter pemimpin ini ditandai oleh sikap ‘egoistik’, merasa paling benar, walaupun pada saat yang sama memiliki kemampuan argumentasi yang tinggi dalam berhadapan dengan masyarakat.

Komunikasi antara pemimpin dengan masyarakat cukup terpelihara, tetapi pada umumnya pemimpin selalu mengambil posisi sebagai pihak yang lebih benar, lebih mengerti.
Posisi masyarakat lemah, sekalipun tetap tersedia ruang bagi mereka untuk bertanya, menyampaikan keluhan, aspirasi, tuntutan, dan semacamnya. Sikap pemimpin defensif melekat pada keberadaan seseorang yang merasa dirinya paling pintar.

Kedua, Pemimpin yang responsif.

Karakter pemimpin ini tidak jauh berbeda dengan karakter sensitif. Pemimpin responsif lahir berhadapan dengan masyarakat yang cenderung lebih aktif. Sang pemimpin ini lebih banyak berperan menjawab aspirasi dan tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui berbagai media komunikasi. Pemimpin tipe ini selalu menghayati suatu sikap dasar untuk mendengar suara rakyat, mau mengeluarkan energi dan menggunakan waktunya untuk secara cepat menjawab setiap pertanyaan, menampung setiap keluhan, memperhatikan setiap tuntutan, dan memanfaatkan setiap dukungan masyarakat tentang suatu kepentingan umum. Pemimpin yang mempunyai karakter demokratis ini, pada hakekatnya adalah pemimpin yang mewakili asas ‘pemerintahan oleh rakyat’ (government by the people), karena dalam prakteknya pemimpin ini telah menjadikan dirinya dan pemerintahannya sebagai abdi rakyat, pelayan rakyat, dan karena itu merefleksikan kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2 UUD NRI tahun 1945).

Sepatutnya kita menghindari untuk memilih pemimpin pemerintahan yang represif. Karakter pemimpin ini cenderung sama egois dan arogansinya dengan karakter pemimpin defensif, tetapi lebih buruk lagi karena tidak memiliki kemampuan argumentasi atau justifikasi dalam mempertahankan keputusan atau penilaiannya terhadap sesuatu isu ketika berhadapan dengan masyarakat. Monopoli atas nama kebenaran dilakukan secara telanjang, tanpa rasa malu sama sekali. Dalam benak sang pemimpin tipe ini, kekuasaan identik dengan kebenaran. Pemimpin seperti ini mudah curiga dan cemburu kepada setiap orang atau kelompok masyarakat yang kritikal atau yang memiliki potensi untuk naik sebagai rivalnya. Karena itu, tidak salah bila karakter pemimpin ini seringkali diidentikan dengan egoisme yang dibingkai oleh keangkuhan.

Ketiga, Pemimpin yang senang menerima saran, pendapat, bahkan kritik dari bawahannya.

Bukan sebaliknya tidak mau menerima kritik. Jadilah pemimpin yang demokratis bukan pemimpin otokratik dan paternalistik, yaitu pemimpin yang selalu menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.

Referensi: MAKNA PEMERINTAHAN, Oleh Prof. Dr. Muhammad Ryaas Rasid, FILSAFAT ADMINISTRASI, Oleh Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA., UUD NRI tahun 1945.

Penulis adalah :
Lulusan STSIP Syamsul Ulum Sukabumi, 03 September 2007.
Saat ini aktif sebagai Guru PPKn di SMK Bina Bangsa Surade.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *